Menjadikan Castlevania sebuah game action
dalam balutan 3D sebenarnya bukan ide yang buruk, memang. Terlepas dari
anggapan yang meyakininya lebih baik bertahan pada 2D, pengembangan 3D
tidaklah selalu berarti kontan mengecewakan. Dan salah satunya terbukti
pada Castlevania: Lords of Shadow yang muncul tahun 2010 lalu. Meski bukan lagi sebuah persembahan dari nama beken Koji Igarashi (IGA), entri inipun memiliki daya tarik tersendiri dibanding judul-judul Castlevania lainnya. Lords of Shadow berhasil melakukan penceritaan ulang (reboot)
terhadap asal mula sang Pangeran Kegelapan dan menuai pujian atas
presentasi sinematiknya. Apalagi pembuatan proyek ini memang dilakukan
dengan menjual nama Hideo Kojima, si pencipta Metal Gear yang berpartisipasi memberi masukan di dalamnya.
Atas respon yang positif, maka satu tidaklah cukup. Dengan akhir yang menggantungkan potensi akan kelanjutan, MercurySteam pun kembali beruji kemampuan di dunia Castlevania. Bukan cuma satu, melainkan dua buah lanjutan sekaligus. Setelah menjajal sensasi ‘2,5D Metroidvania’ dalam Castlevania: Lords of Shadow – Mirror of Fate tahun lalu, 2014 pun telah mengembalikan fans ke alam 3D dalam Castlevania: Lords of Shadow 2. Tapi, mampukah tanda perpisahan MercurySteam dengan Castlevania ini berbuah memuaskan? Akankah Lords of Shadow 2
memenuhi ekspektasi yang diharapkan fans selepas judul perdananya?
Selayaknya sebuah sekuel langsung, amat disarankan untuk memainkan dulu
kedua judul terdahulu sebelum beranjak pada cerita kali ini.
Kisah perseteruan Dracula dengan para pewaris nama Belmont merupakan inti dari setiap game Castlevania yang ada selama ini. Lords of Shadow
pertama telah menceritakan dengan baik menurut versi MercurySteam,
tragedi yang mencikal-bakali lahirnya sang Pangeran Kegelapan. Dan atas
potensi akan lanjutannya, cerita pun kembali jadi alasan fans untuk
memberi sekuel ini sebuah kesempatan. Terlebih lagi, Lords of Shadow 2
memperkenankan mereka untuk pertama kalinya bermain dari perspektif
tokoh yang menjadi musuh besar para Belmont dan hanya dapat gamers
hadapi sebelumnya: Dracula.
Lords of Shadow 2 meneruskan ceritanya pada latar yang jauh sepeninggal kejadian yang diceritakan dalam Lords of Shadow dan Mirror of Fate.
Setelah tidur panjangnya, Dracula terbangun di masa sekarang dengan
keadaan lemah. Di tengah ketidakberdayaannya, ia bertemu kembali dengan
seteru lamanya, Zobek, yang memperingatkan akan bangkitnya Satan. Atas
ancaman tersebut, maka keduanya pun sepakat untuk bekerjasama demi
mencegah kebangkitan sang iblis yang sedang dipersiapkan para acolyte-nya.
Akan tetapi, hal ini bukanlah perkara sepele bagi Dracula yang harus
mengumpulkan terlebih dulu seluruh kekuatannya kembali. Seiring dengan
penelusurannya di kota yang dibangun atas kastil kediamannya di masa
lampau, ia pun akan mengungkap kenyataan yang sebenarnya di balik apa
yang telah dialaminya selama beratus-ratus tahun lamanya.
Ide membawa Castlevania
ke jaman modern sebenarnya adalah pertimbangan yang cukup menarik.
Tetapi, bayangan yang menarik tampaknya belum tentu menjaminnya pas
dengan harapan sepenuhnya. Setelah bangun dari tidur panjangnya, Dracula
harus dihadapkan dengan... stealth. Inilah kejutan yang mungkin tak pernah disangka adanya dalam sebuah Castlevania,
terlebih pada judul yang bahkan menjadikan Dracula tokoh utamanya.
Dracula yang biasanya ditakuti itupun harus menerima kenyataan bahwa ia
tak dapat berhadapan langsung dengan lawan-lawan tertentu. Lepas dari
imej menakutkannya selama ini, gamers dipaksa mengendalikan Dracula
untuk menyelinap melewati lawan yang sedang berjaga. Ia dapat berubah
menjadi seekor tikus untuk mengelabui lawan, mengerahkan kawanan
kelelawar untuk mengalihkan perhatiannya, lalu merasukinya untuk
mencapai suatu objective. Niatnya sih mungkin
memberikan pengalaman yang lebih unik dan bervariasi di dalamnya.
Sayang, bagian ini harus diakui terlalu berkesan dipaksakan, kurang
dirancang tepat dan tidak memberi kebebasan cara dalam melakukannya.
Padahal, dengan kemampuan-kemampuan seperti yang disebutkan, sudah
sepatutnya Dracula memiliki kemudahan dalam melakukannya. Bukannya
dipaksa untuk menyelesaikannya terbatas hanya dengan suatu cara
tertentu. Di samping stealth, puzzle akan kembali punya porsi tersendiri seperti pada Lords of Shadow pertama, berikut platforming yang ada kalanya juga akan mengambil alih gameplay.
Sementara stealth menjadi salah satu elemen baru sekaligus yang paling mudah diingat dari sekuel ini, Lords of Shadow 2
menawarkan adanya peningkatan terhadap eksplorasi di dalamnya. Terbagi
menjadi kota di masa sekarang dan kastil di masa lalu, elemen gameplay ini dikemas dengan latar semi-open world
yang cukup luas dan lebih memberikan pada gamers-nya keleluasaan dalam
bereksplorasi dibanding seri pertamanya. Gamers dapat meningkatkan health dan magic meter dengan mengumpulkan sejumlah collectibles yang tersebar di berbagai penjuru: Life Gems, Void Gems, dan Chaos Gems. Apabila Life Gems akan dibutuhkan untuk memperpanjang health meter, Void Gems dan Chaos Gems adalah apa yang dibutuhkan untuk memperbanyak magic-nya. Void dan Chaos merupakan representasi dari magic
Light dan Shadow dari judul pertamanya, dimana Void beratribut
menyembuhkan, sedangkan Chaos cenderung bersifat destruktif. Dan untuk
mendukung eksplorasinya, tersedia pula fitur pelengkap berupa fast travel.
Di samping ketiga collectible gems yang dibutuhkan untuk memperkuat Dracula, adapun collectibles lainnya akan meliputi memorials (artwork), Soldier Diaries dan Runes of Kleidos. Dengan mengumpulkan kelima bagiannya, Runes of Kleidos dapat membuka fitur berupa challenges,
meski sebenarnya mode inipun tidak terlalu dirasa memberi tambahan yang
berarti. Selebihnya, rancangan game ini belumlah cukup mendorong para
gamer-nya bereksplorasi, selain dari perburuan collectible gems-nya. Seperti biasanya, beberapa bagian map
juga akan menuntut untuk dikunjungi kembali setelah mendapat kekuatan
tertentu. Misalnya, pintu yang baru dapat diakses setelah memiliki Mist form.
Combat tetap menjadi aspek yang cukup diperhatikan dari Lords of Shadow 2.
Kombo dapat dilakukan dengan mekanisme yang solid dan memadukan
kemampuan dari ketiga senjata milik Dracula: Shadow Whip (Blood Whip),
Void Sword, dan Chaos Claws. Shadow Whip sebagai senjata dasar yang
dapat digunakan di segala situasi, Void Sword untuk melakukan serangan
sekaligus memulihkan health pada waktu bersamaan, dan Chaos Claws untuk menghasilkan damage lebih besar. Skill
baru akan terbuka dengan membelinya lebih dulu, yang kemudian dapat
dikuasai seiring pemakaian secara terus-menerus agar menghasilkan damage lebih efektif. Dracula juga dapat memulihkan health dengan cara menghisap darah lawan. Meski mengalami peningkatan dari segi combat-nya, rancangan gameplay
tampaknya memang diatur untuk tetap membuat gamers kesulitan. Bahkan
pada saat berhadapan dengan lawan-lawan yang seharusnya tidak seberapa
untuk dibereskan, yang alhasil cukup bikin frustasi.
Dengan mekanisme combat yang merupakan pengembangan dari judul pertamanya, sejumlah hal pun ikut kembali. Di antaranya ada pada elemen QTE (quick-time events) dan boss battles. QTE akan mengambil bagian dalam pertempuran, dimana gamers harus menekan tombol tertentu dengan timing
yang pas. Namun, sebagaimana ini tidak terlalu dinilai penting adanya,
MercurySteam turut menyertakan opsi yang memperbolehkannya dapat
dinon-aktifkan. Dan untuk pertarungan melawan tiap boss, sang developer bisa dikatakan telah kembali melakukan pekerjaannya dengan baik. Boss battles merupakan sesuatu yang patut diapresiasi dari sebuah Castlevania pada umumnya dan Lords of Shadow 2 tetaplah mempertahankan boss battles dengan pola unik untuk tiap boss. Meski tetap bagus dalam mempresentasikannya, agak disayangkan absennya boss battles dengan kesan yang seepik judul pertamanya. Selain itu, pembaruan terdapat pada tampilan kamera yang tak lagi fixed, memberikan keuntungan tersendiri dalam pertarungan.
Secara teknis grafis, Lords of Shadow 2 tidaklah mengalami banyak perbedaan yang berarti selain dari aspek kamera yang meninggalkan mekanisme fixed-nya. Namun, adanya setting
masa sekarang kiranya cukup menambahkan suatu perbedaan dibanding entri
pendahulunya, meski tetap disadari malah memberikan adanya kesan
menyerupai sci-fi modern umumnya dan agak janggal untuk sang vampire. Akan tetapi, game ini tetaplah baik dalam mempresentasikan esensi gothic,
mencekam, dan misteriusnya kastil Dracula, yang mana cenderung menjadi
bagian lebih ditunggu ketimbang segmen modernnya. Untuk musiknya, nuansa
orkestral yang tepat kembali dipersembahkan mengiringi aksi sinematik
Dracula di dalam game. Voice acting-nya pun terdengar pas
dengan menghadirkan lagi aktor-aktor senior yang telah menghidupkan para
tokoh dari judul pertamanya. Sayang, aspek ini tak dapat menghindari
minus berupa dialog sama yang terlalu sering diulang para NPC lawannya.
0 comments:
Post a Comment